Rabu, 11 Februari 2009

makalah epilepsi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodik. Defisit memori adalah masalah kognitif yang paling sering terjadi pada pederita epilepsy.

Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Di Inggris, satu orang diantara 131 orang mengidap epilepsi.

Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).

B. Tujuan penulisan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas akhir patologi dan gangguan metabolisme I semester III.

C. Metode penulisan

Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan metode deskriptif yaitu dengan peninjauan pustaka.

BAB II

ISI

EPILEPSI

A. Pengertian

Epilepsi yang sukar untuk mengendalikan secara medis atau pharmacoresistant, sebab mayoritas pasien dengan epilepsi adalah bersifat menentang, kebanyakan yang sering terserang terlebih dahulu yaitu bagian kepala. Obat yang bias menenangkan antiepileptik yang standar. Berkaitan dengan biomolekular basis kompleksnya. Sakit kepala yang menyerang sukar sekali untuk diperlakukan secara pharmakologis, walaupun obat antiepileptic sudah secara optimal diberikan,sekitar 30-40% tentang penderita epilepsi yang terjangkit, biasanya pasien melakukan operasi pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit sementara. Akan tetapi gejala epilepsi akan timbul sesekali, karena epilepsi sukar untuk dihilangkan rasa sakit kepala yang menyerang.

B. Faktor Resiko

Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com).

C. Epidemiologi

Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup beragam: cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsi menunjukan pola bimodal: puncak insidensi terdapat pada golongan anak dan usia lanjut.

D. Etiologi

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk.

Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan.

Definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:

· Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang,

· Apabila defisit neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu, bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam waktu 6 bulan pertama.

Epilepsi dapat dibagi dalam tiga golongan utama antara lain:

· Epilepsi Grand Mal

Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.

· Epilepsi Petit Mal

Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.

· Epilepsi Fokal

Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regional setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh lesi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

E. Patogenesis

Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi). Otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter seperti GABA (gamma- aminobutiric acid) dan glutamat melalui sel-sel saraf (neuron) ke organ-organ tubuh yang lain. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas menggangu sistem ini, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang merupakan salah satu ciri epilepsi.

Faktor mencetus epilepsi :

· Tekanan,

· Kurang tidur atau rehat,

· Sensitif pada cahaya yang terang (photo sensitive),dan

· Minum minuman keras.

F. Diagnosis

Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan faktor penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang relevan. Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.penderita atau orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsi dikeluarganya. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain:

· Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi didaerah leher penting untuk menditeksi penyakit vaskular. Pada anak-anak, dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis), dan organomegali (srorage disease).

· Elektro-ensefalograf

Pada epilepsi pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali dengan morfologi yang khas.

· Pemeriksaan pencitraan otak

MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vaskular tertentu, dan penyakit demielinisasi.

Diagnosis Banding

· Kejadian paroksismal

Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop, migren, TIA (TransientIschaemic Attack),paralisis periodik,gangguan gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spells. Diagnosis ini bersifat mendasar.

· Epilepsi parsial sederhana

Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus, dan spasmus hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan epilepsi parsial sederhana. Keduanya paroksimal, bangkitan dapat berupa kehilangan pandangan sejenak, dan mengalami penderita lanjut usia.

· Epilepsi parsial kompleks

Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai dari drop attacks sampai dengan pola prilaku yang rumit.secara umum diagnosis ini meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan non epileptik, narkolepsi, gangguan metabolik dan transient global amnesia.

G. Penatalaksanaan

Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang non-idiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.

Efek antikonvulsan dapat dinilai pada ‘follow up’. Penderita dengan frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan ‘follow up’ dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik Jackson motorik/sensorik/’march’ sebagai ‘enteng’ atau ‘jauh lebih ringan’, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain.

Terapi Pengobatan Epilepsi :

Obat pertama yang paling lazim dipergunakan:

(seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin)

· Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru,

· Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjardan osteomalakia.

Obat kedua yang lazim digunakan: (seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin)

· Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua.

· Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia.

· Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.

Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.

.

B. Saran

Disarankan kepada pembaca agar menghindari faktor resiko penyebab epilepsi karena epilepsi dapat ditimbulkan karena kebiasaan yang salah.

Daftar pustaka

Ø Harsono.2007.Epilepsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Ø Sidharta, Priguna M.D.,Ph. D.1999. Neurology klinis dalam praktek umum, Dian Rakyat, Jakarta.

Ø http//epilepsi.web.//www.google.co.id//2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Diversivikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang berkualitas dan mampu berdaya saing dalam percaturan globalisasi.

Upaya diversifikasi pangan sebetulnya sudah di lakukan oleh pemerintah sejak awal tahunan 50-an,namun sampai sekarang upaya tersebut masih sulit terwujud. Belajar dari pengalaman kebijakan diversifikasi pangan harus mengacu pada aturan yang tertuang dalam peraturan pemerintah no. 68 tentang Ketahanan Pangan, yaitu dengan memperhatikan sumber daya, kelembagaan, dan budaya local serta ditetapkan oleh Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintah non departemen yang bertanggung jawab sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing – masing. Ini berarti keberhasilan diversifikasi pangan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah.

Diversifikasi konsumsi panagn pada dasarnya memperluas pilihan masyarakat dalam kegiatan konsumsi sesuai dengan cita rasa yang di inginkan, menghindarai kebosanan untuk mendapatkan pangan dan gizi agar dapat hidup sehat dan aktif.

B. Tujuan

  1. Untuk memenuhi tugas Mikro Ekonomi Pangan
  2. Untuk menambah pengawasan tentang diversifikasi pangan


BAB II

ISI

DIVERSIFIKASI PANGAN

1. Pengertian

Diversifikasi pangan adalah suatu proses perkembangan dalam pemanfaatan dan penyediaan pangan ke arah yang semakin beragam. Manfaat diversifikasi pada sisi konsumsi adalah semakin beragamnya asupan zat gizi, baik makro maupun mikro, untuk menunjang pertumbuhan, daya tahan, dan produktivitas fisik masyarakat.

Kelengkapan gizi merupakan prasyarat bagi pembentukan kualitas intelegen-sia yang baik. Keragaman pangan juga meningkatkan asupan zat-zat antioksidan, serat, serta penawar terhadap senyawa yang merugikan kesehatan seperti kolesterol. Di samping itu, keragaman juga memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat untuk memperoleh pangan sesuai preferensinya.

2. Manfaat Diversifikasi Pangan

Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan tertentu saja. Hal ini mengingat bahwa pola produksi sebagian besar komoditas pangan mengikuti siklus musim, pada saat musim panen pasokannya melimpah dan harganya menurun, sebaliknya di luar musim pasokannya menipis dan harganya cenderung meningkat. Apabila pasokan suatu jenis pangan menipis, kemudian dapat disubstitusi dengan jenis pangan lain, maka kelangkaan tersebut tidak segera memicu kenaikan harga.

Bagi pemerintah yang bertanggung jawab pada penyediaan pangan pokok bagi masyarakat, semakin tinggi diversifikasi permintaan pangan, semakin ringan pengelolaan penyediaannya. Dengan semakin banyaknya bahan pangan yang dapat saling mengisi, kelangkaan suatu pangan pokok seperti beras, dapat diisi oleh padi-padian lain atau umbi-umbian, sehingga tidak mudah terjadi keresahan sosial.

3. Upaya Pemerintah Dalam Peningkatan Gizi Masyarakat

Upaya Pemerintah Dalam berbagai diskusi yang dilaksanakan Kelompok Kerja Ahli pada Dewan Ketahanan Pangan terungkap bahwa berbagai upaya diversifikasi telah dilaksanakan sejak awal tahun 1960-an. Pada saat pemerintah mengkhawatirkan pertumbuhan produksi beras yang tidak seimbang dengan pertambahan penduduk, mulai dilancarkan penyuluhan gizi, termasuk pengetahuan bahwa beras dapat diganti dengan bahan pangan lain dengan nilai gizi yang sama. Pemerintah melakukan kampanye "bukan hanya beras" yang disertai dengan introduksi beras ketela, kedelai, jagung (tekad).

Pada akhir dekade 60-an mulai dicanangkan program perbaikan gizi keluarga, bekerja sama dengan lembaga asing, seperti organisasi pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture Organization of the United Nations, FAO), organisasi kesehatan dunia (Wolrd Health Organization, WHO), dan organisasi untuk kesejahteraan anak (United Nation Children's Fund, UNICEF).

Program ini mencakup peningkatan kesadaran gizi dan pemanfaatan pekarangan untuk menghasilkan pangan hasil ternak, ikan, sayuran dan buah. Hingga saat ini program-program peningkatan kesadaran gizi dan pemasyarakatan pola makan dengan gizi seimbang tersebut masih terus dilanjutkan, dengan bentuk dan intensitas yang bervariasi dari waktu ke waktu. Di samping itu dilancarkan pula pengembangan produk-produk pangan, terutama sumber karbohidrat khas daerah, agar semakin diterima sebagai alternatif bahan pangan pilihan.

Namun setelah program diversifikasi pangan berjalan lebih dari empat puluh tahun, keberagaman pangan yang kita inginkan belum kunjung tercapai. Apabila dinilai menurut standar Pola Pangan Harapan (PPH) dengan nilai ideal 100, maka :

· Keragaman penyediaan pangan nasional tahun 2001 mencapai nilai sekitar 73

· Dalam hal konsumsi (berdasarkan Susenas 1999) baru sekitar 63.

· Pola konsumsi pangan kita sekitar 40 persen diwarnai oleh padi-padian yangsebagian besar beras; 26 persen sayur dan buah; 13 persen pangan hewani terutama ikan, daging unggas dan telur; 8 persen kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau dan kacang tanah; dan 6 persen minyak dan lemak terutama bahan nabati.

Dengan proporsi ideal padi-padian dan pangan hewani sebesar 25 dan 24 persen, pola konsumsi kita masih terlalu tinggi pada padi-padian dan terlalu rendah pada pangan hewani. Dengan pola demikian, tidak mengherankan apabila pasokan beras tidak mencukupi, atau harga beras meningkat relatif tinggi, mudah timbul keresahan sosial. Inisiatif ke Depan.Gandum, melalui mi instan dan roti-rotian telah berhasil menjadi sumber karbohidrat penting setelah beras dan jagung. Pada tingkat tertentu gandum telah membantu mengurangi tekanan terhadap beras. Sebagai konsekuensinya, impor gandum selama tiga tahun terakhir telah mencapai sekitar 3 juta ton per tahun. Hal inilah yang dikhwatirkan sebagian masyarakat yang tidak menghendaki ketergantungan pangan pada pihak asing, mengingat gandum belum bisa diproduksi di Indonesia.

Belajar dari keberhasilan gandum mensubstitusi beras, proses diversifikasi harus didorong dengan menawarkan bahan pangan yang mempunyai daya saing yang setara dengan pangan yang telah disukai masyarakat.

4. Faktor Penunjang Daya Saing Diversifikasi Pangan

Beberapa faktor yang menunjang daya saing tersebut adalah:

· harga;

· cita rasa;

· citra atau tampilan

· Kepraktisan dalam penyajiannya; nilai gizi dan kesehatannya.

Kesemua faktor tersebut dapat "disuntikkan" ke dalam bahan pangan lokal, melalui penerapan teknologi inovatif di bidang teknologi produksi dan pengolahan pangan, serta manajemen usaha yang efisien. Industrialisasi pangan, dalam hal ini merupakan wahana yang penting untuk mendongkrak daya tarik bahan-bahan pangan lokal tersebut.

Di samping daya tarik bahan pangan yang ditawarkan, pendapatan dan kesadaran gizi juga merupakan faktor yang sangat penting dalam diversifikasi konsumsi. Secara naluriah, yang juga terbukti secara ilmiah, semakin tinggi pendapatan (atau semakin rendah harga relatif pangan), akan semakin beragam pula jenis pangan yang dikonsumsi. Namun membaiknya pendapatan tanpa disertai kesadaran gizi dan kesehatan, belum menjamin diversifikasi ke arah yang baik.

Bisa jadi peningkatan konsumsi mengarah pada pangan berkolesterol atau gula yang berlebihan. Peningkatan pendapatan di tingkat rumah tangga, sebagai salah satu pendorong proses diversifikasi pangan, tergantung pada keberhasilan pembangunan ekonomi secara keseluruhan, yang menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat dan menghasilkan nilai tambah atas berbagai sumber daya yang dimanfaatkan. Perlu dicatat bahwa pengembangan produksi dan industri (agribisnis) pangan merupakan wahana penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat, khususnya yang berada di pedesaan. Lebih dari itu, bisnis demikian sangat bertumpu pada sumber daya setempat, sehingga patut dijadikan prioritas pembangunan nasional.

5. Aspek-Aspek Penting Untuk Memacu Diversifikasi Pangan

Tiga aspek penting yang harus digarap untuk memacu diversifikasi pangan secara efektif, yaitu:

(1) daya tarik ekonomi dan citra pangan yang ditawarkan;

(2) kemampuan ekonomi masyarakat; dan

(3) kesadaran masyarakat terhadap pangan bergizi dan kesehatan.

Proses pelaksanaannya memerlukan keahlian dan pengalaman praktis di bidang teknis, bisnis, hingga rekayasa sosial, serta menuntut kerja sama antara banyak pihak di jajaran pemerintah maupun masyarakat pelaku usaha.

Aspek diversifikasi pangan non beras

Ø Aspek kebutuhan pasar :

Bahan segar

Bahan siap masak

Bahan siap santap

Ø Aspek produk yang sesuai :

Pangan non beras

Tepung

Aneka produk turunan

6. Tantangan Diversifikasi Pangan

Kebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada beras

a. Upaya penggalian dan pemanfaatan sumber sumber pangan karbohidrat lokal masih kurang

b. Pola konsumsi pangan masyarakat masih belum beragam

c. Kemampuan memproduksi pangan lokal masih rendah, terutama musim paceklik

d. Penerapan teknologi produksi dan teknologi pengolahan pangan lokal di masyarakat tidak mampu mengimbangi pangan olahan asal impor yang membanjiri pasar.

7. Permasalahan Pangan Di Indonesia

§ konsumsi beras di Indonesia masih di atas 100 kg per kapita per tahun (Hermanto, 2008). Idealnya, 60 kg per kapita per tahun, (Jepang)

§ Ketergantungan Masyarakat Indonesia akan beras sangat tinggi.

§ Harga beras > Rp. 4.800, masyarakat kelompok miskin, beli beras aking/karak. Masy. Kelompok kurang mampu makan nasi aking, seperti tahun-tahun 60 – 70 an

§ Akar Masalah: Kemiskinan

8. Saran Klasik Pejabat/Scientist

Mengembangkan pertumbuhan industri makanan berbasis SDA lokal di luar beras, seperti mengolah umbi-umbian menjadi tepung sebagai substitusi beras dan terigu

* memperbaiki konsumsi protein hewan

* buah-buahan dan sayuran

* Sasaran/Target: Mencegah Gizi Buruk Pada masyarakat. Berhasil Kah? Non-sense untuk Kelompok masy. miskin: Busung lapar dsb

* Tetap Terjadi.

9. Contoh-Contoh Diversifikasi Pangan

Adapun contoh-contoh diversifikasi pangan antara lain :

· Bassang

· Cassava

· Sweet potato flakes

· Flake getuk ubi kayu

· Beras jagung Instan

· Jagung instannixtamalisasi

· Ubi jalar merah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diversifikasi pangan adalah suatu proses perkembangan dalam pemanfaatan dan penyediaan pangan ke arah yang semakin beragam. Manfaat diversifikasi pada sisi konsumsi adalah semakin beragamnya asupan zat gizi, baik makro maupun mikro, untuk menunjang pertumbuhan, daya tahan, dan produktivitas fisik masyarakat.

Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan tertentu saja. Hal ini mengingat bahwa pola produksi sebagian besar komoditas pangan mengikuti siklus musim, pada saat musim panen pasokannya melimpah dan harganya menurun, sebaliknya di luar musim pasokannya menipis dan harganya cenderung meningkat. Apabila pasokan suatu jenis pangan menipis, kemudian dapat disubstitusi dengan jenis pangan lain, maka kelangkaan tersebut tidak segera memicu kenaikan harga.

B. Saran

Disarankan kepada masyarakat agar lebih menggalakkan progarm diversivikasi pangan ini mengingat adanya keterbatasannya ketersediaan pangan yang ada dan menimbang banyaknya manfaat adanya diversifikasi pangan ini dalam hal pemenuhan zat gizi.